Hai, Welcome Kali ini www.gali-sumur.com [ Solusi Sumber Air
& MIGAS / JASA BOR SUMUR - Sparepart AIR & MIGAS - Service Alat
AIR & MIGAS - Wireline Tools & Equiepment Tools MIGAS ] akan
berbagi Info Tahun lalu mengenai Masalah Sumber air di jakarta merupakan masalah klasik ... untuk selengkapnya mari kita lihat tulisan dibawah ini www.gali-sumur.com.
JAKARTA, KOMPAS.com — Ketersediaan air baku diperkirakan masih menjadi salah satu masalah penyediaan air bersih di Ibu Kota pada 2015. Pendangkalan saluran, kebocoran, serta kerusakan infrastruktur membuat distribusi tak optimal. Pemerintah diharapkan memperbaikinya secara menyeluruh dari hulu ke hilir.
Hingga kini, Jakarta masih menggantungkan mayoritas pasokan air bakunya dari Waduk Ir H Djuanda di Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta. Namun, kondisi saluran induk Tarum Barat, infrastruktur utama yang mengalirkan air ke Jakarta, masih rusak. Kerusakan tanggul, pintu air, dan fasilitas lain terus berulang.
Presiden Direktur PT Aetra Air Jakarta Mohamad Selim, di Jakarta, Jumat pekan lalu, mengatakan, air baku yang dipasok dari Jatiluhur ke Jakarta mencapai 9.200 liter per detik dalam kondisi normal. Namun, debit air justru turun saat musim hujan. Satu pekan lalu, misalnya, air baku hanya 3.000-4.000 liter per detik.
Selim mengatakan, pasokan air baku bahkan pernah mencapai nol liter per detik pada tahun-tahun sebelumnya. ”Kami berusaha mengangkut sampah secara manual. Namun, jumlah sampah yang bisa diangkut hanya seperempat dari jumlah keseluruhan,” ujarnya.
Mengatasi hal itu, Selim sudah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. Namun, dinas terkait menyatakan baru bisa menyelesaikan persoalan pada 2016.
”Jadi, tahun depan, masalah yang kita hadapi kurang lebih sama atau mirip dengan masalah tahun ini,” kata Selim.
Rika Anjulika, Manajer Komunikasi PT Aetra Air Jakarta, salah satu operator air bersih di DKI Jakarta menambahkan, kepedulian sebagian warga Jakarta dan sekitarnya untuk menjaga lingkungan masih kurang sehingga memengaruhi kualitas air baku. Warga yang tinggal di bantaran sungai, misalnya, kerap membuang sampah dan limbah ke dalam sungai. Akibatnya, kualitas air baku menurun karena warnanya keruh, berbau, dan dipenuhi kuman penyakit.
Selain itu, perilaku warga yang kerap mengambil air dengan membocorkan pipa air juga memengaruhi pelayanan penyediaan air baku kepada warga yang berhak. Saat ini, tingkat kebocoran pipa air PT Aetra Air Jakarta mencapai 41,7 persen atau sebanyak 3.000 titik kebocoran.
Kurangi kebocoran
Rika mengatakan, bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pihaknya berkomitmen mengurangi tingkat kebocoran. Perusahaan ini akan menambah sekitar 200 pekerja untuk mengawasi sejumlah tempat kebocoran. Sebanyak 60 persen nilai investasi juga akan difokuskan untuk pemangkasan tingkat kebocoran air.
Direktur Utama PT PAM Jaya Sriwidayanto Kaderi mengatakan, pasokan air baku kini masih berkisar 16 meter kubik per detik, antara lain karena kondisi sebagian saluran masih dangkal dan tersumbat sampah.
”Pemerintah pusat, melalui Balai Besar Wilayah Sungai Citarum, tengah memperbaikinya sejak 2013. Diharapkan, pasokan bertambah 21-26 meter kubik per detik tahun depan,” ujarnya.
Ketua Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Kementerian Pekerjaan Umum Tamin Zakaria mengatakan, masalah ketersediaan air bersih di DKI Jakarta disebabkan sejumlah faktor, antara lain tingginya angka urbanisasi dan pertumbuhan penduduk, polusi yang mencemari air bersih, dan perubahan iklim.
Saat ini, Pemerintah DKI Jakarta baru bisa memenuhi 67,3 persen kebutuhan air bersih. Menurut Tamin, pemerintah pusat dan daerah menyiapkan berbagai strategi agar seluruh kebutuhan air bersih di Indonesia dapat tercukupi pada 2019. Strategi antara lain dengan menambah air bersih dari Waduk Jatiluhur sebesar 9.000 liter per detik.
Ahli hidrologi dari Institut Teknologi Bandung, Profesor Arwin, menjelaskan, Jakarta tak akan menghadapi kendala terkait ketersediaan air baku jika semula regulasi dijalankan secara tepat sasaran. Selain itu, pembangunannya juga diawasi dengan baik.
Selama ini, banyak warga mengambil air tanah melebihi jumlah yang diperbolehkan tanpa pengawasan pemerintah.
”Pengembang gedung bertingkat, seperti hotel dan apartemen, juga dengan leluasa mengambil air baku. Di negara kita, pengawasan tidak berjalan sebagai mana mestinya,” ujarnya.
Menurut Arwin, perubahan iklim memang memengaruhi kualitas air. Namun, pembangunan tak terkendali dan alih fungsi lahan terbuka menjadi permukiman warga menjadi penyebab utama penurunan kualitas air bersih.
”Perubahan iklim terjadi secara perlahan, tetapi pembangunan dan alih fungsi lahan terjadi secara cepat dan drastis,” kata Arwin. (DNA/MKN)
Sumber : KOMPAS CETAK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar